3 aliran HAM yang ada di Indonesia, yang terdiri dari aliran Individualistis, Marxime, dan Integralistis;
1. Individualistis
Paham
individualistis ini seringkali dikenal juga dengan paham liberalisme
(kebebasan) yang dikenalkan oleh John Locke dan Jan Jaques Rousseau dan
dikutip oleh Max Boli Sabon dalam bukunya Hak Asasi Manusia (hal. 87) adalah paham yang mengatakan bahwa manusia sejak dalam kehidupan alamiah (status naturalis)
telah mempunyai hak asasi, termasuk hak-hak yang dimiliki secara
pribadi. Hak manusia meliputi hak hidup, hak kebebasan dan kemerdekaan,
serta hak milik (hak memiliki sesuatu).
-
Marxisme
Paham marxisme menurut Mujaid Kumkelo, dkk dalam bukunya Fiqh HAM (Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi Manusia dalam Islam) (hal.
34) adalah paham yang diambil dari filsuf Karl Marx, dimana paham
tersebut menolak teori hak-hak alami, karena suatu hak adalah
kepemilikan negara atau kolektivitas (respository of all rights).
Pahak marxisme ini menurut Teguh Presetyo dalam bukunya Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat
(hal. 42) sebuah filsafat yang tidak boleh statis, tetapi harus aktif
membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan
materi, bukan ide-ide. Menurut Marx, manusia selalu terkait dengan
hubungan-hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Menusia adalah
makhluk yang bermasyarakat, yang beraktivitas, terlihat dalam suatu
proses produksi. Hakikat manusia adalah kerja (homo laborans, homo
faber). Jadi ada kaitan yang erat antara filsafat, sejarah, dan
masyarakat. Pemikiran Marx ini dikenal dengan Materialisme Historis atau
Materialisme Dialektika.
Masih
dari sumber yang sama, dengan jalan pikiran ini pula Marx menjelaskan
pandangannya tentang teori pertentangan kelas, sehingga pada
perkembangan berikutnya melahirkan Komunisme.
-
Integralistis
Paham integralitas adalah suatu konsep negara yang dipaparkan oleh Soepomo,
yang menurutnya negara adalah hukum, dimana jika negara berbahagia,
berarti dengan demikian itu adalah kebahagian bagi tiap individu dan
golongannya juga, karena individu dan golongan tersebut cinta kepada
tanah air. Dengan demikian, hak yang berasal dari manusia sebagai
otonomi sendiri adalah hal yang bertentangan menurut prinsip
integralistis, karena kepentingan individu adalah kepentingan negara,
begitu juga sebaliknya. (Pidato Soepomo dalam sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 31 Mei 1945. Lihat, Risalah
Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 -
22 Agustus 1945).
Kemudian kita juga
perlu memahami mengenai konsep generasi Hak Asasi Manusia (“HAM”) yang
berkembang di dunia, Max Boli Sabon (hal.31-33) membagi menjadi 3 generasi yaitu:
-
Generasi pertama: Hak Sipil dan Politik (“Hak Sipol”).
Hak sipil contohnya adalah:
-
hak untuk menentukan nasib sendiri;
-
hak untuk hidup;
-
hak untuk tidak dihukum mati;
-
hak untuk tidak disiksa;
-
hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang;
-
hak atas peradilan yang adil, independen, dan tidak berpihak.
Hak politik contohnya adalah:
-
hak untuk berekspresi atau menyampaikan pendapat;
-
hak untuk berkumpul dan berserikat;
-
hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan di depan hukum;
-
hak untuk memilih dan dipilih;
-
hak untuk duduk dalam pemerintahan.
-
Generasi kedua: Hak Ekonomi, sosial, dan kebudayaan (“Hak Ekosob”)
Hak ekonomi contohnya adalah:
-
hak untuk bekerja;
-
hak untuk mendapatkan upah yang sama atas pekerjaan yang sama;
-
hak untuk tidak dipaksa bekerja;
-
hak untuk cuti;
-
hak atas makanan dan perumahan;
-
hak atas kesehatan.
Hak sosial contohnya adalah:
-
hak atas jaminan sosial;
-
hal atas tunjangan keluarga;
-
hak atas pelayanan sosial;
-
hak atas jaminan saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjanda, mencapai usia lanjut;
-
hak ibu dan anak untuk mendapat perawatan dan bantuan istimewa;
-
hak perlindungan sosial bagi anak-anak di luar perkawinan.
Hak kebudayaan contohnya adalah:
-
hak atas pendidikan;
-
hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan;
-
hak untuk menikmati kemajuam ilmu pengetahuan;
-
hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta.
-
Generasi ketiga: mencakup enam macam hak, yaitu:
-
hak atas penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan;
-
hak atas pembangunan ekonomi dan sosial;
-
hak untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind), serta informasi-informasi dan kemajuan lain;
-
hak atas perdamaian;
-
hak atas lingkungan yang sehat;
-
hak atas bantuan kemanusiaan.
-
Generasi keempat: satu generasi ini diusung oleh Jimly Ashiddique, dimana menurutnya dalam bukunya Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi
(hal. 209-228) HAM generasi pertama sampai ketiga hanya konsep HAM yang
dilihat dari perspektif vertikal yaitu hubungan antara rakyat dengan
penguasa. Sedangkan hak generasi keempat adalah konsepsi hak asasi
manusia yang dilihat dari perspektif yang bersifat horizontal.
Menurutnya, melihat perkembangan zaman ini muncul tiga kelompok
kekuasaan horizontal, yaitu kekuasaan negara di satu pihak, kekuasaan
ekonomi (kapitalisme global/perusahaan multinasional di lain pihak, dan
kekuasaan masyarakat madani di lain pihak lagi. Singkatnya ada tiga
kelompok kekuasaan yang saling berpengaruh yaitu state, market, dan civil society, termasuk nongovernmental organizaton
(NGO/LSM). Dengan demikian, hak generasi keempat adalah hak kelompok
yang satu untuk tidak ditindas oleh yang lain, baik antar kelompok
maupun intrakelompok, dalam pola hubungan horizontal.
Sebelum meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipol dan Kovenan Internasional Hak Ekosob, Indonesia juga telah membentuk
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”). Menurut praktisi hak-hak perempuan dari Lembaga Samahita,
Annisa Yovani, UU HAM juga telah memasukkan hak-hak terkait sipol dan ekosob seperti pasal-pasal berikut ini:
-
Hak Sipil:
Pasal 9 UU HAM
-
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
-
Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
-
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pasal 20 UU HAM:
-
Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.
-
Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan
wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa,
dilarang.
-
Hak Politik:
Pasal 23 UU HAM:
-
Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
-
Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan
menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau
tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan
nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan
keutuhan negara.
Pasal 24 UU HAM:
-
Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.
-
Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan
partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk
berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara
sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi
manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
Hak Ekonomi:
Pasal 38 UU HAM:
-
Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.
-
Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syaratsyarat ketenagakerjaan yang adil.
-
Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan
yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta
syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.
-
Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan
pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah
yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan
kehidupan keluarganya.
4. Hak Sosial
Pasal 41 UU HAM:
-
Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan
untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.
-
Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita
hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
-
Hak Kebudayaan
Pasal 71 UU HAM:
Pemerintah
wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakan, dan
memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini,
peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak
asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
Pasal 72 UU HAM:
Kewajiban
dan tanggungjawab pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 71,
meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain
Jadi menjawab pertanyaan Anda, aliran HAM manakah yang dianut negara Indonesia? Berikut penjelasannya:
Lebih
lanjut menurut Annisa, dalam UU HAM, UU Sipol, maupun UU Ekosob, dan
regulasi-regulasi lainnya adalah implementasi dari bentuk konsep HAM
yang digunakan di Indonesia. Ia berpendapat bahwa unsur-unsur HAM yang
memiliki ciri khas untuk kepentingan diri sendiri (seperti hak untuk
hidup, hak untuk memiliki sesuatu) adalah konsep HAM individualistik.
Sedangkan unsur-unsur HAM yang memiliki ciri khas antar individu atau
suatu kelompok atau berkaitan dengan keadilan (hak untuk mendapat upah
yang sama, mendapat jaminan sosial, hak untuk berkumpul) adalah konsep
HAM aliran paham marxisme.
Selain itu Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa ketika terjadi perubahan
Undang-Undang Dasar 1945
(“UUD 1945”) secara konstitusional, dengan menambah Bab XA berjudul Hak
Asasi Manusia, secara konstiusional seluruh masyarakat bangsa Indonesia
menerima konsep HAM sebagai konsep yang sejalan dengan
ideologi Pancasila.
Dengan demikian, semua perdebatan tentang konsep HAM yang terjadi
sepanjang masa perjuangan kemerdekaan telah sirna, dan kini sudah tidak
ada lagi silang selisih pendapat tentang HAM untuk dimasukkan dalam UUD
1945.
[1]
Sebagai
informasi, sebelumnya menurut Max Boli Sabon (hal. 89) pada era
perjuangan kemerdekaan Indonesia, muncul beberapa perdebatan mengenai
masuk atau tidaknya konsep HAM antar tokoh pendiri bangsa di antaranya:
-
Ir. Soekarno menentang HAM dimasukkan dalan UUD 1945 karena konsep
HAM berdasarkan individualistis dalam ideologi liberalisme sehingga
harus dikikis habis dari muka bumi Indonesia.
-
Soepomo berpendapat bahwa HAM bersifat individualistis sehingga
bertentangan dengan paham negara kekeluargaan (negara integralistis)
yang sedang dibangun.
-
Mohammad Hatta berpendapat bahwa Ham perlu dimasukkan dalam UUD
1945 untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh negara terhadap
warga negara manakala suatu saat negara hukum (rechtsstaat) berubah menjadi negara kekuasaan (machtsstaat).
-
Mohammad Yamin berpendapat bahwa HAM perlu dimasukkan dalam UUD
1945 sebagai perlindungan kemerdekaan terhadap warga negara yang harus
diakui oleh UUD 1945.
Dasar Hukum:
-
-
-
-
Referensi:
-
Max Boli Sabon. 2014. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Universitas Atma Jaya;
-
Mujaid Kumkelo dkk. 2005. Fiqh HAM (Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi Manusia dalam Islam) Malang: Setara Press;
-
Jimly Ashiddique. 2005. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Kompress;
-
Teguh Presetyo. 2017. Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat. Depok: Raja Grafindo;
-
Pidato Soepomo dalam sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 31 Mei 1945. Lihat, Risalah Sidang
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 - 22 Agustus
1945.
Catatan:
Kami (Hukum online) telah melakukan wawancara via telepon dengan Annisa Yovani, praktisi hak-hak perempuan dari Lembaga Samahita, pada Selasa 29 Januari 2019, pukul 18.00 WIB
Sumber asli https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt58e0c8234493e/konsep-hak-asasi-manusia-yang-digunakan-di-indonesia
[1] Max Boli Sabon (hal.89-90)