Monday, March 18, 2019

"Membuka Gudang Ilmu Menuai Peradaban Pengetahuan baru Era Revolusi Pendidikan 4.0"

Pengalaman mengikuti VCT Seameo Seamolec Batch 2
Me Vs The Wall

Awalnya ada pemberitahuan di salah satu grup wattsapp saya, kalau tidak salah Grup Guru PPKn Indonesia yang share Pak Hesbon dari Papua . Lihat ada pelatihan online, yang mengadakan Seamolec pula, judulnya juga wow "Virtual Coordinator Trainer". Kok sepertinya serem banget. Apa ini ya....  Maka saya baca saja tapi no comment. Berat nih sepertinya, saya guru yg gapteknya nanggung. Tidak pinter TI tapi suka internet, meski hanya ber- medsos dan berselancar bebas.  Maka terabaikanlah info itu.

Kemudian beberapa waktu sesudahnya di Grup wattsapp lain,  tergoda dengan postingan teman Pak Nazarudin dari Langkat yang sudah daftar pelatihan VCT itu dan katanya hari itu terakhir. Maka... taraaaa...  kumatlah sifat nekat dan iseng saya. lalu tiba-tiba klik dan daftar.

Beberapa hari tak ada kabar, lalu saya tiba-tiba masuk dalam sebuah grup wa. Namanya VCT 8. Ternyata peserta yang daftar saat-saat terakhir dimasukkan ke grup tersebut. sehingga yang didalamnya berasal dari berbagai daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Ada sekitar 200 orang disitu.

Awalnya bingung, rendah diri karena gaptek dan tidak banyak yg kenal disitu.Teman lain dan mentor disitu pinter-pinter luarbiasa. Ya Allah apalah saya ini, hanya bagai remah-remah rengginang.  Meski gurih dan kriuk tetap saja hanya serpihan kecil yang sering diabaikan orang. 
Kemudian dikirimi materi berupa link-link tutorial. disuruh belajar sendiri. Berlanjut diberi tugas-tugas sebagai syarat pelatihan. Yaitu untuk aktif bertugas dalam video conference sebagai presenter, moderator, dan host. masing-masing 2 kali.
Masih bingung , swear ..... , apa yang harus dilakukan. Tapi mau keluar kok sayang karena sepertinya bagus. Akhirnya seperti slogan kuis TV jaman dulu "hadapilah tembokmu" .  Me vs the wall. Tembok keminderan, kegaptekan, kekhawatiran, dan lain-lain. Hadapi, jalani, nikmati....

Maka kemudian saya terhanyut mengalir bersama aliran ilmu dan persahabatan maya. Hal yang sedikit janggal tapi kemudian terbiasa, tidak pernah kenal langsung dengan teman-teman disitu tapi tiba-tiba ada rasa senasib sepenanggungan. Puncaknya pada saat penyelesaian tugas, deadline waktu yang ada,  kondisi gamang dan bingung melaksanakan tugas, Ternyata di grup  tercipta kondisi saling bantu baik secara japri maupun terbuka. Dan itu menyentuh hati. Orang yang tidak kita kenal mau membantu dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Ketika banyak sifat manusia di jaman penuh kecanggihan teknologi katanya individual, egois, dan lain-lain. Dalam grup pelatihan yang berbasis teknologi ini  ini saya malah menemukan sebaliknya. Kearifan dan kebijaksanaan. Saling bantu, tolong menolong, saling peduli, dan lain-lain. 

Hal yang membuat saya tersadar teknologi canggih tetap akan memanusiakan manusia selama kita tetap mengasah nurani kita. Manusia adalah pelaku, penggerak,  bahkan "pencipta" segala kecanggihan teknologi. Kita adalah subyek dan bukan obyek. Maka pelatihan VCT yang awalnya saya takut dan gaptek dengan berbagai teknologi yang digunakan tersebut tiba-tiba terasa ramah dan manusiawi. Dan itu menguatkan saya menyelesaikan tugas, hingga membuat saya termasuk dalam peserta sesi pertama yang lulus dan mendapat sertifikat. Senang sekali waktu itu sampai saya upload di Instagram dan Facebook. Kebahagiaan saya karena berhasil merobohkan tembok. Tembok ketakutan, kegaptekan, keminderan terhadap TI.

Ini adalah Flyer atau poster yang menjadi bukti penyelesaian tugas saya sebagai presenter. langsung 2x sehari biar cepat selesai. 


Yang diatas ini adalah sertifikat yang saya dapatkan. setelah berhasil menyelesaikan tugas dalam pelatihan itu. 

Terimakasih tak terhingga kepada para mentor di Grup VCT 8 : Bu Siti Zulaiha, Pak Khairudin, Bu Umi Tira, Pak Agus Supriyatna, Pak Sarono, Bu Wahyu Widiati, Pak Eka Yuda, dan lain-lain.
Terimakasih pada teman2 pelatihan yang bersama-sama melaksanakan penyelesaian tugas hingga selesai.

Alhamdulillah, bersyukur pada Allah Azza wa Jalla, pelatihan VCT Batch 2  ini adalah pengalaman yang menarik dan menyenangkan, kebahagiaan saya merobohkan "tembok" saya sendiri, bermodalkan wifi, laptop, dan smartphone meski banyak halangan akhirnya berhasil diselesaikan.



 


 3 aliran HAM yang ada di Indonesia, yang terdiri dari aliran Individualistis, Marxime, dan Integralistis;
 
1.  Individualistis


Paham individualistis ini seringkali dikenal juga dengan paham liberalisme (kebebasan) yang dikenalkan oleh John Locke dan Jan Jaques Rousseau dan dikutip oleh Max Boli Sabon dalam bukunya Hak Asasi Manusia (hal. 87) adalah paham yang mengatakan bahwa manusia sejak dalam kehidupan alamiah (status naturalis) telah mempunyai hak asasi, termasuk hak-hak yang dimiliki secara pribadi. Hak manusia meliputi hak hidup, hak kebebasan dan kemerdekaan, serta hak milik (hak memiliki sesuatu).
 
  1. Marxisme
Paham marxisme menurut Mujaid Kumkelo, dkk dalam bukunya Fiqh HAM (Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi Manusia dalam Islam) (hal. 34) adalah paham yang diambil dari filsuf Karl Marx, dimana paham tersebut menolak teori hak-hak alami, karena suatu hak adalah kepemilikan negara atau kolektivitas (respository of all rights).
 
Pahak marxisme ini menurut Teguh Presetyo dalam bukunya Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat (hal. 42) sebuah filsafat yang tidak boleh statis, tetapi harus aktif membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi, bukan ide-ide. Menurut Marx, manusia selalu terkait dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Menusia adalah makhluk yang bermasyarakat, yang beraktivitas, terlihat dalam suatu proses produksi. Hakikat manusia adalah kerja (homo laborans, homo faber). Jadi ada kaitan yang erat antara filsafat, sejarah, dan masyarakat. Pemikiran Marx ini dikenal dengan Materialisme Historis atau Materialisme Dialektika.
 
Masih dari sumber yang sama, dengan jalan pikiran ini pula Marx menjelaskan pandangannya tentang teori pertentangan kelas, sehingga pada perkembangan berikutnya melahirkan Komunisme.
 
  1. Integralistis
Paham integralitas adalah suatu konsep negara yang dipaparkan oleh Soepomo, yang menurutnya negara adalah hukum, dimana jika negara berbahagia, berarti dengan demikian itu adalah kebahagian bagi tiap individu dan golongannya juga, karena individu dan golongan tersebut cinta kepada tanah air. Dengan demikian, hak yang berasal dari manusia sebagai otonomi sendiri adalah hal yang bertentangan menurut prinsip integralistis, karena kepentingan individu adalah kepentingan negara, begitu juga sebaliknya. (Pidato Soepomo dalam sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 31 Mei 1945. Lihat, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 - 22 Agustus 1945).
 
Kemudian kita juga perlu memahami mengenai konsep generasi Hak Asasi Manusia (“HAM”) yang berkembang di dunia, Max Boli Sabon (hal.31-33) membagi menjadi 3 generasi yaitu:
  1. Generasi pertama: Hak Sipil dan Politik (“Hak Sipol”).
Hak sipil contohnya adalah:
  1. hak untuk menentukan nasib sendiri;
  2. hak untuk hidup;
  3. hak untuk tidak dihukum mati;
  4. hak untuk tidak disiksa;
  5. hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang;
  6. hak atas peradilan yang adil, independen, dan tidak berpihak.
 
Hak politik contohnya adalah:
  1. hak untuk berekspresi atau menyampaikan pendapat;
  2. hak untuk berkumpul dan berserikat;
  3. hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan di depan hukum;
  4. hak untuk memilih dan dipilih;
  5. hak untuk duduk dalam pemerintahan.
 
Hak Sipol ini dituangkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (“UU Sipol”)
 
  1. Generasi kedua: Hak Ekonomi, sosial, dan kebudayaan (“Hak Ekosob”)
Hak ekonomi contohnya adalah:
  1. hak untuk bekerja;
  2. hak untuk mendapatkan upah yang sama atas pekerjaan yang sama;
  3. hak untuk tidak dipaksa bekerja;
  4. hak untuk cuti;
  5. hak atas makanan dan perumahan;
  6. hak atas kesehatan.
 
Hak sosial contohnya adalah:
  1. hak atas jaminan sosial;
  2. hal atas tunjangan keluarga;
  3. hak atas pelayanan sosial;
  4. hak atas jaminan saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjanda, mencapai usia lanjut;
  5. hak ibu dan anak untuk mendapat perawatan dan bantuan istimewa;
  6. hak perlindungan sosial bagi anak-anak di luar perkawinan.
 
Hak kebudayaan contohnya adalah:
  1. hak atas pendidikan;
  2. hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan;
  3. hak untuk menikmati kemajuam ilmu pengetahuan;
  4. hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta.
 
Hak Ekosob ini dituangkan dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dan telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) (“UU Ekosob”).
 
  1. Generasi ketiga: mencakup enam macam hak, yaitu:
  1. hak atas penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan;
  2. hak atas pembangunan ekonomi dan sosial;
  3. hak untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind), serta informasi-informasi dan kemajuan lain;
  4. hak atas perdamaian;
  5. hak atas lingkungan yang sehat;
  6. hak atas bantuan kemanusiaan.
 
  1. Generasi keempat: satu generasi ini diusung oleh Jimly Ashiddique, dimana menurutnya dalam bukunya Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (hal. 209-228) HAM generasi pertama sampai ketiga hanya konsep HAM yang dilihat dari perspektif vertikal yaitu hubungan antara rakyat dengan penguasa. Sedangkan hak generasi keempat adalah konsepsi hak asasi manusia yang dilihat dari perspektif yang bersifat horizontal. Menurutnya, melihat perkembangan zaman ini muncul tiga kelompok kekuasaan horizontal, yaitu kekuasaan negara di satu pihak, kekuasaan ekonomi (kapitalisme global/perusahaan multinasional di lain pihak, dan kekuasaan masyarakat madani di lain pihak lagi. Singkatnya ada tiga kelompok kekuasaan yang saling berpengaruh yaitu state, market, dan civil society, termasuk nongovernmental organizaton (NGO/LSM). Dengan demikian, hak generasi keempat adalah hak kelompok yang satu untuk tidak ditindas oleh yang lain, baik antar kelompok maupun intrakelompok, dalam pola hubungan horizontal.
 
Sebelum meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipol dan Kovenan Internasional Hak Ekosob, Indonesia juga telah membentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”). Menurut praktisi hak-hak perempuan dari Lembaga Samahita, Annisa Yovani, UU HAM juga telah memasukkan hak-hak terkait sipol dan ekosob seperti pasal-pasal berikut ini:
 
  1. Hak Sipil:
 
Pasal 9 UU HAM
  1. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
  2. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
  3. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
 
Pasal 20 UU HAM:
  1. Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.
  2. Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.
 
  1. Hak Politik:
 
Pasal 23 UU HAM:
  1. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
  2. Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.
 
Pasal 24 UU HAM:
  1. Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.
  2. Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
  1. Hak Ekonomi:
 
Pasal 38 UU HAM:
  1. Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.
  2. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syaratsyarat ketenagakerjaan yang adil.
  3. Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.
  4. Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.
    4.  Hak Sosial
 
Pasal 41 UU HAM:
  1. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.
  2. Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
 
  1. Hak Kebudayaan
 
Pasal 71 UU HAM:
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
 
Pasal 72 UU HAM:
Kewajiban dan tanggungjawab pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain
 
Jadi menjawab pertanyaan Anda, aliran HAM manakah yang dianut negara Indonesia? Berikut penjelasannya:
 
Lebih lanjut menurut Annisa, dalam UU HAM, UU Sipol, maupun UU Ekosob, dan regulasi-regulasi lainnya adalah implementasi dari bentuk konsep HAM yang digunakan di Indonesia. Ia berpendapat bahwa unsur-unsur HAM yang memiliki ciri khas untuk kepentingan diri sendiri (seperti hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu) adalah konsep HAM individualistik. Sedangkan unsur-unsur HAM yang memiliki ciri khas antar individu atau suatu kelompok atau berkaitan dengan keadilan (hak untuk mendapat upah yang sama, mendapat jaminan sosial, hak untuk berkumpul) adalah konsep HAM aliran paham marxisme.
 
Selain itu Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa ketika terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) secara konstitusional, dengan menambah Bab XA berjudul Hak Asasi Manusia, secara konstiusional seluruh masyarakat bangsa Indonesia menerima konsep HAM sebagai konsep yang sejalan dengan ideologi Pancasila. Dengan demikian, semua perdebatan tentang konsep HAM yang terjadi sepanjang masa perjuangan kemerdekaan telah sirna, dan kini sudah tidak ada lagi silang selisih pendapat tentang HAM untuk dimasukkan dalam UUD 1945.[1]
 
Sebagai informasi, sebelumnya menurut Max Boli Sabon (hal. 89) pada era perjuangan kemerdekaan Indonesia, muncul beberapa perdebatan mengenai masuk atau tidaknya konsep HAM antar tokoh pendiri bangsa di antaranya:
  1. Ir. Soekarno menentang HAM dimasukkan dalan UUD 1945 karena konsep HAM berdasarkan individualistis dalam ideologi liberalisme sehingga harus dikikis habis dari muka bumi Indonesia.
  2. Soepomo berpendapat bahwa HAM bersifat individualistis sehingga bertentangan dengan paham negara kekeluargaan (negara integralistis) yang sedang dibangun.
  3. Mohammad Hatta berpendapat bahwa Ham perlu dimasukkan dalam UUD 1945 untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh negara terhadap warga negara manakala suatu saat negara hukum (rechtsstaat) berubah menjadi negara kekuasaan (machtsstaat).
  4. Mohammad Yamin berpendapat bahwa HAM perlu dimasukkan dalam UUD 1945 sebagai perlindungan kemerdekaan terhadap warga negara yang harus diakui oleh UUD 1945.
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:
  1. Max Boli Sabon. 2014. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Universitas Atma Jaya;
  2. Mujaid Kumkelo dkk. 2005. Fiqh HAM (Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi Manusia dalam Islam) Malang: Setara Press;
  3. Jimly Ashiddique. 2005. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Kompress;
  4. Teguh Presetyo. 2017. Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat. Depok: Raja Grafindo;
  5. Pidato Soepomo dalam sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 31 Mei 1945. Lihat, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 - 22 Agustus 1945.
 
Catatan:
Kami (Hukum online) telah melakukan wawancara via telepon dengan Annisa Yovani, praktisi hak-hak perempuan dari Lembaga Samahita, pada Selasa 29 Januari 2019, pukul 18.00 WIB
 
Sumber asli https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt58e0c8234493e/konsep-hak-asasi-manusia-yang-digunakan-di-indonesia
 

[1] Max Boli Sabon (hal.89-90)

Ucapan Lebaran yg indah dan syahdu...

 ﷽ 70 UCAPAN LEBARAN IDUL FITRI 2022 Seluruh umat muslim akan menyambut datangnya hari kemenangan, Hari Raya Idul Fitri. Sudah menjadi tradi...